Pratiwi tersenyum puas. Dia berdiri di tepi kolam yang cukup jernih.
Setelah menikmati pemandangan sekitar kolam tersebut, dia meletakkan
botol air mineral di tepi kolam dan perlahan melepaskan pakaiannya.
Dimulai dari kaus ketatnya yang berwarna pink, lalu perlahan
diturunkannya celana pendeknya. Kini dia hanya memakai bikininya yang
berwarna putih. Dengan hati-hati dilepaskan bikini bagian atas yang
langsung menampilkan buah dadanya yang ranum dan tegak berukuran 34B.
Puting susunya yang berwarna pink bergoyang-goyang seirama gerakan buah
dadanya. Pratiwi kemudian menunduk, buah dadanya terlihat menggantung.
Tertawa kecil, dilepaskan pula bikini bagian bawahnya. Selangkangannya
yang ditutupi rambut-rambut halus terlihat bersih. Tubuh telanjang gadis
21 tahun tersebut kini menikmati semilir angin. Desir angin terasa
membelai lembut dada bulat sempurna, tanpa lupa membelai pantat
montoknya yang berisi. Setelah merapikan pakaiannya di tepi kolam,
Pratiwi menarik napas panjang dan memasukkan kaki kirinya ke dalam
kolam. Dilanjutkan dengan kaki kanannya. Kini ia duduk di tepi kolam.
Diambilnya air dengan kedua tangannya dan dipercikkan ke tubuhnya.
Butiran air terlihat menuruni lehernya terus ke dadanya yang ranum dan
berlanjut menuju perutnya dan berhenti di rambut-rambut halus
selangkangannya. Setelah memercikkan air beberapa saat, Pratiwi pun
turun ke dalam kolam.
Kolam tersebut ternyata tidak dalam, hanya sebatas puting susunya saja.
Lalu ia menggosok tubuhnya dengan air kolam yang jernih. Buah dadanya
yang tertekan lengan saat membilas terlihat semakin montok. Tanpa ia
sadari sepasang mata memperhatikan kejadian tersebut. Orang misterius
itu pun menelan ludah melihat tubuh sempurna yang putih mulus tersebut.
Tak heran, karena Pratiwi sehari-hari memang berprofesi sebagai model.
Demikian asyiknya Pratiwi membilas tubuhnya dengan air segar tersebut,
dirinya tidak menyadari bahwa orang misterius itu menukar botol air
mineralnya dengan botol lain yang sama.
Pratiwi terus menggosok tubuhnya. Sesekali dia menyelam. Akhirnya dia
menuju ke bagian yang agak dangkal di kolam itu. Dia duduk di atas batu
di dalam kolam tersebut, menikmati kesegaran air kolam tersebut di
sekujur tubuhnya. Buah dadanya yang montok tersembul ke luar permukaan
kolam. Pikirannya teringat kejadian beberapa hari sebelumnya. 2 orang
teman kampusnya mengajaknya menginap di cottage di sebuah pulau. Pulau
tersebut memang tidak berpenghuni. Hanya turis yang sesekali datang ke
sana untuk snorkeling. Begitu pula Pratiwi dan teman-temannya yang
datang ke sana untuk hal yang sama.
Sesampainya di dekat pulau, melihat laut yang begitu jernih, Pratiwi dan
Dini, temannya, langsung membuka pakaian mereka, menampilkan tubuh
indah mereka yang terbalut bikini, memasang mask dan fin dan langsung
melompat ke laut. Tinggal Ray, teman pria mereka, dan tukang perahu yang
terkejut melihat pemandangan indah tersebut. Puas menikmati keindahan
bawah laut, kedua gadis itu pun naik kembali ke perahu dan mengenakan
kembali pakaian mereka. Perjalanan ke pulau dilanjutkan kembali. Dari
tukang perahu, mereka mengetahui bahwa pulau tersebut cukup luas dan
memiliki hutan di tengah-tengahnya. Setelah menaruh semua barang-barang
dan perbekalan di cottage, Pratiwi sengaja memisahkan diri dari
teman-temannya dan berjalan ke dalam hutan di pulau tersebut hingga
sampailah dia di kolam tersebut. Rasa lengket akibat berenang di laut
memaksa Pratiwi membilas tubuhnya di kolam tersebut.
Dengan badan yang tidak lengket lagi, Pratiwi naik ke tepi kolam dan
duduk di sana sambil menunggu tubuhnya kering. Tubuh telanjang yang
indah tersebut kembali menjadi santapan mata orang misterius tersebut.
Dengan mata tak berkedip, dinikmatinya buah dada Pratiwi yang bulat
ranum tersebut, turun ke perutnya yang rata, paha Pratiwi yang mulus pun
tak luput dari sasaran mata orang misterius tersebut. Pratiwi menikmati
semilir angin mengeringkan tubuhnya, sambil meminum air mineral dari
botolnya. Tak lama kemudian Pratiwi merasakan hal yang aneh ditubuhnya.
Seluruh tubuhnya terasa lemas. Pandangannya terasa berat. Tak lama
kemudian tubuhnya tergeletak lunglai tak bertenaga. Dia masih merasakan
tubuh telanjangnya dibopong dan diletakkan di bahu seorang pria. Pratiwi
berusaha memberontak, tapi tenaganya seakan hilang. Tangan nakal pria
tersebut meraba-raba pantatnya yang montok sambil membopongnya ke dalam
hutan. Setelah
itu Pratiwi tak sadarkan diri.
——————————————————–
Di cottage, Ray dan Dini masih membereskan barang-barang dan perbekalan.
Setelah selesai membereskan barangnya, Ray pamit untuk mandi.
“Dini, gue mandi dulu ya, badan gue lengket nih kena angin laut.”
“Ya udah sana, gue juga masih belum beres nih barang-barangnya. Biasa cewek barangnya banyak,” sahut Dini.
Ray pun bergegas ke kamar mandi. Mungkin karena pulau tersebut tidak
berpenghuni, kamar mandinya pun lumayan terbuka. Hanya terdiri dari kayu
yang mengelilingi kamar mandi, dengan sebuah bak air dan WC. Atapnya
terbuka dan tidak memiliki pintu. Sambil mandi, pikiran nakal terbersit
di kepala Ray. “Wah, bisa gue pakai buat ngintip cewek-cewek nanti mandi
nih.” Ray pun tersenyum nakal sambil meneruskan mandinya.
Selesai mandi, Ray kembali ke cottage dan menemukan hanya Dini di sana.
Pratiwi belum kembali. Lalu ditanyanya Dini. “Pratiwi ke mana ya?
Katanya tadi hanya jalan-jalan sebentar di hutan, kenapa dia belum balik
ya?”
“Jangan-jangan dia tersesat di hutan, Ray” kata Dini dengan nada kuatir.
“Ya udah, gue cari Pratiwi, elo mandi aja dulu. Nanti elo tunggu gue di
sini.” Kata Ray bergegas mengambil peralatan dan masuk ke dalam hutan.
Dini pun mengangguk dan mengambil pakaian gantinya. Rasa lengket hasil
berenang di laut tadi rupanya mengganggu dirinya juga. Dengan bergegas
Dini menuju kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, Dini pun melepaskan kaosnya yang langsung
memperlihatkan dadanya yang berukuran 36B yang ditutupi bikini coklat.
Rok mininya pun dilepas. Setelah menggantung kedua benda tersebut, Dini
menatap tubuhnya, dia selalu mengagumi ukuran dadanya yang besar itu. Di
luar kamar mandi, sesosok tubuh misterius mengendap-endap bersembunyi
di balik pohon yang berseberangan dengan pintu kamar mandi. Sambil
menerka arah angin, dinikmatinya pemandangan indah di dalam kamar mandi
tersebut.
Dini perlahan membuka bikini atasnya, menggantungnya, lalu memperhatikan
lagi buah dadanya yang kini tidak ditutupi apa-apa. Puting pink
kecoklatan menambah indah buah dada itu. Dijepitnya kedua buah dadanya
dengan lengannya yang mengakibatkan semakin terlihat montoknya buah dada
tersebut. Kulit putihnya menambah kemolekan gundukan ranum tersebut.
Kemudian dilepasnya bikini bawahnya yang menampilkan selangkangan yang
ditutupi rambut yang cukup lebat. Dini perlahan membasuh tubuhnya. Mulai
dari leher, ke dadanya, cukup lama tangannya bermain di sana.
Dilanjutkan ke perut dan selangkangannya, lalu ke pahanya.
Sosok misterius tersebut mengendap-endap mendekati kamar mandi dan
membakar segumpal dedaunan kering. Tidak ada api besar, tidak ada asap,
hanya bau aneh yang keluar dari gumpalan daun tersebut yang terbakar
menjadi sekam. Sosok tersebut segera menjauh dari kamar mandi tersebut.
Kembali ke balik pohon menikmati tubuh indah Dini yang sedang mandi.
Selangkangannya terasa meronta melihat tubuh indah tersebut tidak
ditutupi apa-apa. Terlebih saat Dini membungkuk membasuh kakinya yang
memperlihatkan pantat indahnya dan belahan kemaluannya dari belakang.
Dini yang sedang membasuh tubuhnya mencium bau aneh tersebut. “Ah
mungkin hanya bau hutan saja,” pikirnya dan kembali membasuh tubuhnya
tanpa memperdulikan bau tersebut. Tak lama kemudian, tubuhnya terasa
lemas, kepalanya terasa berat. Tubuh indah tersebut pun jatuh perlahan
di kamar mandi. Dini masih berusaha bangun dan masih sempat melihat
sosok hitam menghampiri tubuhnya. Sosok hitam tersebut tertawa,
memaksanya meminum suatu cairan, lalu membopong tubuh Dini yang
telanjang di bahunya dan membawanya masuk ke dalam hutan.
——————————————————–
Perlahan, Pratiwi membuka matanya, tubuhnya masih tidak bertenaga.
Dicobanya untuk berbicara, tetapi hanya suara uh uh saja yang keluar
dari mulutnya. Dengan makin jernihnya pikirannya, Pratiwi coba
mengingat-ingat kejadian sebelum dia tidak sadarkan diri. Matanya
melihat disekeliling langit-langit, ah rupanya dia ada di sebuah rumah
gubuk. Disadarinya dirinya berbaring di sebuah dipan kayu. Dilihatnya
tubuhnya, astaga, ternyata dia telanjang. Tak ada sehelai benang pun
menutupi tubuhnya. Pikirannya teringat bahwa dia pingsan sebelum dia
berpakaian kembali. Siapa pria misterius itu? Pikirannya terus melayang.
Dilihatnya ke sebelah kiri. Dini! Dilihatnya Dini tergeletak di samping
tubuhnya. Ya, Dini. Tubuh Dini telanjang juga, terlentang dan buah
dadanya terekspos dengan jelas. Dini kelihatannya belum sadar.
Pratiwi menutup matanya erat-erat. Ini tidak mungkin terjadi, aku hanya
mimpi. Tapi saat membuka matanya, pemandangan sama yang dihadapinya.
Pratiwi pun menangis, menunggu apa yang terjadi. Tak lama kemudian,
dilihatnya Dini mulai sadar. Dini yang melihat Pratiwi pun sama
kagetnya. Menyadari dirinya telanjang dan tidak berdaya, Dini hanya bisa
mengeluarkan suara uh uh saja. Sama seperti Pratiwi. Mereka hanya
berpandangan.
——————————————————–
Ray yang berjalan di hutan, mencari-cari Pratiwi. Dia berjalan ke sana
ke mari. Tak lama dia pun sudah merasa lelah, tenaganya sudah habis
untuk perjalanan ke pulau dan mencari Pratiwi. Dia pun beristirahat di
bawah pohon besar. Pikirannya kalut. Ray menggosok-gosok kepalanya dan
tiba-tiba BUK! Bagian belakang kepalanya terasa sakit sekali. Dan dia
merasakan ada cairan keluar menuruni lehernya. Darah, lalu semua gelap.
——————————————————–
Menjelang malam, gubuk tersebut semakin gelap. Pratiwi dan Dini hanya
saling berpandangan. Tubuh mereka masih tanpa tenaga. Mata mereka
semakin terbiasa dengan kegelapan. Tak lama terlihat cahaya dari luar.
Cahaya tersebut mendekati pintu gubuk tersebut. Mereka berteriak minta
tolong hanya dengan uh uh uh saja. Saat pintu dibuka, mata mereka serasa
dibutakan oleh cahaya lampu petromak.
Setelah terbiasa dengan cahaya, mereka melihat orang yang membawa lampu
petromak tersebut. Astaga, ternyata dia adalah bapak tua tukang perahu
yang mengantarkan mereka ke pulau tersebut. Mereka pun berteriak meminta
tolong kepadanya. Lalu mereka menyadari bahwa tubuh mereka telanjang.
Pratiwi dan Dini pun segera diam. Mereka merasa malu tubuh indah mereka
terekspos kepada tukang perahu tersebut.
“Sebentar ya, neng,” kata pak tua tersebut. Lalu ia keluar dari gubuk
tersebut. Tak lama dia kembali membawa 2 buah petromak. Dia meletakkan
satu petromak di ujung atas dipan dan dua di masing-masing ujung lain
dipan.
Lalu pak tua mendekati mereka. “Maaf ya, neng-neng. Bapak sudah tua,
bapak tidak bisa menahan hasrat bapak melihat neng-neng yang cantik ini.
Neng-neng mau kan bantu bapak?”
Kedua gadis itu berusaha menjerit, tapi hanya uh uh saja yang keluar
dari mulut mereka. Tubuh mereka tidak bisa digerakkan sama sekali. Pak
tua pun mengambil tempat di antara kedua gadis itu.
Pak tua itu pun melihat tubuh Pratiwi, mengamati dari rambut, turun ke
matanya, bibirnya, leher. Berhenti sebentar di buah dadanya, melihat
bulat dan ranumnya dada Pratiwi yang berukuran 34B itu, pak tua menelan
ludah, lalu pandangannya dilanjutkan ke perut Pratiwi yang rata dan
berhenti lagi di selangkangan. Pak tua menggeser paha Pratiwi sehingga
tampaklah kemaluan Pratiwi. Pratiwi merasa malu sekali tubuhnya
diperiksa oleh pak tua tersebut. Puas mengamati kemaluan Pratiwi yang
berwarna pink itu, pak tua mengelus paha dalam Pratiwi dengan tangan
kirinya. “Halusnya, tubuh neng paling bagus. Nanti bapak pasti bikin
neng puas.”
Pandangan pak tua berganti ke Dini. Sambil masih terus mengelus paha
dalam Pratiwi, dia mengamati Dini. Wajah cantik Dini diperhatikan dengan
benar-benar. Mata Dini yang indah dan lehernya yang jenjang tidak lepas
dari pengamatannya. Dini merasa jijik dengan pandangan pak tua
tersebut. Pandangan pak tua pun berlanjut ke dada Dini yang berukuran
36B. Dengan penasaran diraihnya buah dada kanan Dini dan
dipijat-pijatnya dengan lembut. Sambil terkadang dimainkan putingnya.
Tangan kirinya masih terus mengelus paha dalam Pratiwi. Terkadang
kemaluan Pratiwi pun tersentuh tangannya.
“Wah neng susunya besar sekali ya,” kata pak tua. Puas bermain dengan
buah dada Dini, pak tua kembali memperhatikan tubuh Dini, perut,
selangkangan. Pak tua menghentikan elusannya di paha Pratiwi dan
menggeser paha Dini agar dia lebih leluasa melihat kemaluan Dini. Pak
tua pun mendekatkan wajahnya ke kemaluan Dini dan menghirup baunya. “Wah
wangi sekali neng,” kata pak tua seraya sambil tersenyum. Rupanya pak
tua menggeser paha Dini cukup jauh sehingga vaginanya merekah dan
menunjukkan isinya yang berwarna merah muda.
Pak tua mengelus paha dalam Pratiwi dan Dini yang menimbulkan rangsangan
kepada kedua gadis itu. Terkadang disentuhnya kemaluan mereka. Ada
perasaan seperti aliran listrik setiap kali tangan pak tua menyentuh
kemaluan mereka. “Neng-neng gadis kota memang putih-putih, mulus. Bapak
benar-benar beruntung kali ini.”
Pak tua membuka pakaiannya sehingga sekarang dia telanjang bulat di
depan kedua gadis itu. Pak tua mendekati Dini dan mengulum bibirnya.
Sementara tangannya bermain-main dengan buah dada Pratiwi dan Dini. Pak
tua tak puas, dia berpindah mengulum bibir Pratiwi. Bergantian
dikulumnya bibir Dini dan Pratiwi. Lalu dia berpindah ke tubuh Pratiwi.
Diremasnya buah dada Pratiwi dan dikulumnya puting susu Pratiwi
bergantian. Kadang dijilatnya. Pratiwi dapat merasakan kemaluan pak tua
yang sudah tegak menggesek pahanya. Pratiwi pun lama kelamaan mulai
menikmati apa yang dilakukan pak tua. Jilatan dan kuluman pak tua di
putingnya meninggikan nafsunya. Nafasnya mulai tak teratur. Apalagi
remasan pak tua yang beritme di buah dadanya semakin membuat pikirannya
gelap. Pak tua mulai menjilati buah dada Pratiwi yang membuat Pratiwi
semakin tinggi nafsunya.
Jilatannya kini diarahkan ke perut Pratiwi yang membuat Pratiwi kegelian
dan tidak kuat menahan kenikmatan yang diterima tubuhnya. Jilatan demi
jilatan membuat mata Pratiwi gelap. Pak tua pun turun dan mulai
menjilati kemaluan Pratiwi. Bibir kemaluannya dibuka dengan menggunakan
jari oleh pak tua dan mulailah dia menjilati vagina Pratiwi. Lidahnya
diputar-putar di klitorisnya. Pratiwi merasa kemaluannya mulai basah
akibat rangsangan tersebut. Dan tiba-tiba Pratiwi merasa tubuhnya mau
meledak dan Pratiwi mendapatkan orgasme.
Pak tua seakan ingin Pratiwi menikmati orgasme yang diberikannya, kini
dia berganti ke Dini. Dini yang merasa takut melihat apa yang dilakukan
pak tua kepada Pratiwi menutup matanya. Pak tua kembali mengulum bibir
Dini, memainkan lidahnya di dalam mulut Dini, sambil meremas-remas buah
dada Dini yang besar. Dipilin-pilinnya puting susu Dini sambil tangan
satunya mengelus perut Dini. Dini pun merasa seakan tubuhnya menikmati
apa yang dilakukan pak tua. Tangan pak tua masih bermain dengan
putingnya dan mulut pak tua masih mengulum bibirnya saat disadarinya
tangan pak tua yang satu lagi bermain di daerah kewanitaannya. Diputar
dan dipijatnya klitoris Dini. Getaran demi getaran nafsu mengalir ke
kepala Dini. Kenikmatan dari permainan tangan pak tua di putingnya dan
di klitorisnya membuat Dini tidak bisa berpikir jernih lagi.
Pak tua berhenti sebentar, merasakan kemaluan Dini sudah basah, dia pun
turun dan mulai menjilati kemaluan Dini, sambil sesekali menusuk-nusuk
kemaluan Dini. Dini yang sudah tidak kuat lagi, hampir mendapatkan
orgasme. Tiba-tiba pak tua menempelkan bibirnya di bibir kemaluan Dini
dan menyedot kuat-kuat. Dini semakin mendekati orgasme. Pak tua terus
menjilati klitoris Dini dan memainkan jarinya di dalam vagina Dini. Tak
lama kemudian pun Dini mendapatkan orgasmenya.
Pak tua berhenti sebentar. Duduk di ujung dipan dengan kemaluannya yang
tegak berdiri. Dipuaskan dirinya melihat 2 orang gadis cantik yang
sedang bergetar karena orgasme.
“Wah neng, barang bapak masih kurang keras. Neng-neng bantu kerasin ya?”
Kata pak tua seraya mendekati wajah Pratiwi dan Dini. Diambilnya tangan
Pratiwi dan Dini dan digosokkan tangan mereka di atas kemaluannya. Pak
tua pun melenguh menahan kenikmatan gosokan tangan Pratiwi dan Dini. Pak
tua pun mendekatkan kemaluannya ke wajah Dini, membuka mulut Dini dan
memasukkan kemaluan ke mulut Dini. Dini merasakan kemaluan pak tua yang
berlendir menggesek bagian dalam mulutnya. Dini yang tidak bisa apa-apa
hanya bisa pasrah.
Setelah puas menggesekkan kemaluannya di dalam mulut Dini, pak tua
mencabut kemaluannya dan membuka mulut Pratiwi dan memasukkan
kemaluannya ke dalam mulut Pratiwi. Digesekkan kemaluannya di lidah
Pratiwi. Kadang pak tua terlalu dalam memasukkan sehingga Pratiwi hampir
saja muntah. Pratiwi pun juga hanya bisa pasrah. Baginya kemaluan pak
tua mengeluarkan bau aneh, menjijikkan bagi Pratiwi.
Setelah puas, pak tua mencabut kemaluannya dari mulut Pratiwi dan
beralih. Dia menduduki Dini dan meletakkan kemaluannya yang sudah keras
dan tegak di antara buah dada Dini. Buah dada Dini ditekannya sehingga
sekarang buah dada Dini yang besar menjepit kemaluannya. Digesekkannya
buah dada Dini di kemaluannya, kadang kemaluannya yang digesekkan ke
buah dada Dini. Dini merasa susah bernapas karena diduduki.
Tak lama kemudian, pak tua semakin mempercepat goyangannya dan crttt,
kemaluan pak tua memuntahkan isinya. Sebagian terkena wajah Dini,
sebagian berceceran di dada Dini. Pak tua, mengarahkan kemaluannya ke
Pratiwi dan crttt crttt kemaluan pak tua memuntahkan sisa isinya ke
tubuh Pratiwi. Dini dan Pratiwi pun merasa jijik dengan cairan pak tua
yang berada di atas tubuh mereka.
Pak tua kemudian keluar dari gubuk dan tak lama kembali dan menutup
pintu gubuk tersebut. “Tenang aja neng. Obat yang bapak kasih baru habis
pengaruhnya sekitar 5 jam lagi. Kita masih bisa bermain selama itu.”
Pak tua kembali mendekatkan wajahnya ke vagina Pratiwi dan mulai
menjilati di sana. Kali ini dia menghisap jarinya, membasahi dengan
ludah dan mulai menusuk-nusuk vagina Pratiwi. Pratiwi yang merasa
kegelian, merasa gairahnya kembali bangkit meskipun bercampur dengan
rasa jijiknya.
Lalu pak tua menjilati vagina Dini sambil terus memainkan jarinya di
vagina Pratiwi. Dini pun kembali naik gairahnya. Lama juga pak tua
berganti-ganti menjilati dan memainkan jarinya di kemaluan Pratiwi dan
Dini. Kemaluan kedua gadis itu sudah basah sekali. Pak tua berhenti dan
memperlihatkan kemaluannya yg sudah tegak berdiri lagi.
“Yang mana ya yang akan bapak masukkan duluan?”
“Yang neng ini masih rapat, bapak suka sekali” seraya mengusap kemaluan Pratiwi.
“Kalau neng yang ini lebat sekali rambutnya, bikin bapak makin nafsu” seraya mengusap rambut kemaluan Dini.
“Kalau gitu, bapak ganti-gantian saja, bapak cobain 2-2nya sekaligus,” kata pak tua.
Diangkatnya Dini dan diletakkan di atas Pratiwi. Dibukanya kaki kedua
gadis itu sehingga kini vagina Pratiwi dan Dini bertumpuk dan terbuka
lebar. Lelehan air liur pak tua bercampur dengan cairan kenikmatan kedua
gadis itu menetes dari pinggir vagina mereka. Di bawah pantat Pratiwi,
pak tua menyelipkan sesuatu agar posisi vagina Pratiwi dan Dini lebih
terangkat ke atas dan memudahkan pak tua memasukinya.
Pak tua pun mengambil posisi di depan vagina Pratiwi. Pratiwi dan Dini
meskipun terangsang, tapi mereka masih menyadari apa yang pak tua ini
hendak lakukan. Mereka hanya bisa berteriak uh-uh-uh. Pak tua
menyeringai puas dan memegang kemaluannya, meludahinya agar licin dan
siap memasuki vagina Pratiwi.
Tiba-tiba BRAKK! Tiba-tiba muncul sesosok tubuh di depan pintu gubuk
yang langsung menyerang pak tua dengan batangan kayu besar. Pak tua yang
tidak siap langsung roboh terkena pukulan batangan kayu besar di
kepalanya. Sosok itu pun tidak mengenal kasihan, kakinya langsung
menginjak kemaluan pak tua yang sedang tegak-tegaknya dan terdengar
suara KRAK! Dilanjutkan dengan teriakan pak tua memegang selangkangannya
sambil mengeluarkan busa dari mulutnya.
Ternyata sosok tubuh itu adalah Ray. “Dasar orang tua bangsat, ga tau
malu!” Lalu diludahinya pak tua yang sudah tak sadarkan diri di lantai
gubuk itu. Lalu dialihkannya pandangannya ke dipan. Kaget dilihatnya
kedua gadis temannya berada dalam posisi memamerkan kemaluan mereka.
Sesaat Ray merasa nafsu muncul dari dalam dirinya. Bagaimanapun yang ada
di hadapannya adalah 2 orang gadis cantik yang tidak mengenakan pakaian
dan memamerkan bagian kewanitaannya.
Pikiran itu dibuangnya dan dia membantu memindahkan tubuh Dini dari atas
Pratiwi. Dia pun keluar, mencari sesuatu untuk menutupi tubuh kedua
gadis itu. Tak lama di bagian belakang gubuk, Ray menemukan 2 buah kain
sarung yang sudah lusuh dan tali rafia. Diambilnya dan ditutupinya tubuh
telanjang kedua gadis itu. Dia pun mengikat tubuh pak tua di pohon di
dekat gubuk tanpa sehelai benang pun. Kekesalannya pada pak tua masih
berkobar, saat pak tua sedikit sadar, tanpa ragu-ragu Ray memberi bogem
mentah di rusuk pak tua. Mulut pak tua pun kembali berbusa dan tak
sadarkan diri lagi.
——————————————————–
Saat pengaruh obat itu sudah hilang, kedua gadis itu merasakan tenaga
mereka pulih. Mereka bisa menggerakkan tubuh mereka lagi. Dengan tubuh
hanya dibungkus sarung lusuh, mereka tertatih-tatih keluar dari gubuk
dan menemukan Ray dan pak tua yang terikat di pohon. Pak tua sudah sadar
dan masih sulit berbicara. Maklum Ray sempat menghabiskan waktu
menunggu kedua gadis itu belum pulih dengan membogemi pak tua.
“Kalian lebih baik membersihkan tubuh dulu, di sana ada sungai kecil,
airnya lumayan bersih. Biar gue yg di sini menjaga pak tua ini,” kata
Ray sambil menunjuk ke arah timur. Sebelum kedua gadis itu pergi ke
sungai, mereka sempat meludahi dulu wajah pak tua.
Kedua gadis itu membersihkan diri di sungai. Pratiwi berkata, “Untung
ada si Ray datang di saat yang tepat. Kalau nggak bisa bahaya,
kehormatan kita bisa diambil sama pak tua bangsat itu.”
“Iya, meskipun kita udah ga perawan lagi,” kata Dini sambil tertawa.
Perlahan dia memegang kemaluannya, terbayang kejadian semalam.
Pratiwi dan Dini pun menggosok tubuh masing-masing. Membersihkan
sisa-sisa pak tua di tubuh mereka. Terkadang Pratiwi dengan iseng
memilin puting Dini dan Dini membalasnya dengan meremas buah dada
Pratiwi. Andaikan Ray bisa melihat kedua gadis ini mandi, pastilah
nafsunya meningkat seketika. 2 tubuh putih ranum yang indah.
Masing-masing dengan buah dada bulat dan lekukan tubuh yang sempurna.
Selesai mandi, mereka kembali membungkus tubuh mereka dengan sarung
lusuh yang sudah tipis itu. Bersamaan dengan sampainya mereka di gubuk
tersebut, matahari pun sudah mulai terbit, sehingga Ray yang berada di
depan mereka dapat melihat siluet tubuh indah kedua temannya yang
ditutupi sarung.
Pak tua yang sudah sadar, tertawa meringis ketika melihat kedua gadis
yang hendak diperkosanya semalam. Amarah kedua gadis ini langsung naik
ke ubun-ubun dan Dini tanpa permisi langsung memberikan uppercut di dagu
pak tua, disambung dengan Pratiwi yang menghajar hidung pak tua hingga
patah. Pukulan bertubi-tubi dihujamkan kepada tubuh ringkih pak tua oleh
kedua gadis itu.
Setelah puas, mereka mengajak Ray kembali ke cottage tanpa melepaskan
pak tua dari ikatan di pohon. “Sebentar, gue masih kesel sama orang tua
ga tau diri ini,” kata Pratiwi yang langsung menghampiri pak tua dan
menendang kemaluan pak tua. Mungkin karena luka semalam belum sembuh
benar, pak tua kembali pingsan dan mulutnya mengeluarkan busa lagi. Ray
langsung menghampiri dan memeriksa pak tua. “Belum mati, untung saja,”
bisiknya lega.
Di cottage, Pratiwi dan Dini langsung mengganti sarung lusuh itu dengan
pakaian mereka. Kali ini Pratiwi memakai baju bali yang cukup longgar
dan hotpants, sedangkan Dini memakai baju kaos ketat berwarna kuning dan
hotpants. Buah dadanya semakin terlihat besar dan putingnya tercetak di
kaos tersebut, karena dia memakai bra yang tipis.
“Bagaimana kita pulang, Ray? Tukang perahu sudah tidak ada lagi,
sedangkan perbekalan kita hanya cukup untuk seminggu,” kata Dini.
“Tenang, setiap 4 hari sekali ada orang yang datang ke pulau ini untuk
membersihkan cottage ini. Kita bisa minta pertolongannya nanti. Kalau
tidak salah, orang itu akan datang 2 hari lagi. Lebih baik kalian makan
dahulu, daripada kalian sakit.”
Kedua gadis itu menurut, Pratiwi beranjak dari meja dan mengambil bekal makanan mereka.
“Ini Ray,” kata Pratiwi seraya memberikan makanan sambil menunduk. Ray
dengan jelas bisa melihat buah dada gadis itu terpampang jelas, karena
baju bali yang longgar. Kemaluan Ray langsung mengeras. Apalagi dengan
posisi menunduk, buah dada Pratiwi menggantung dan terlihat lebih besar.
Dilihatnya Dini sedang menikmati makanan, puting susunya yang tercetak
di kaosnya menambah keras kemaluan Ray.
Sorenya, saat kedua gadis itu berjalan-jalan di luar cottage, Ray
melamun. Lamunannya melayang-layang dan akhirnya dia mengingat tubuh
kedua gadis itu. Posisi tubuh mereka saat dia menemukan mereka di gubuk
itu, siluet tubuh mereka yang terbungkus sarung, buah dada Pratiwi dan
puting susu Dini yang tercetak jelas. Kelamaan kemaluan Ray makin keras.
“Daripada pusing, lebih baik gue salurin aja,” kata Ray menuju kamar
mandi. Dilihatnya sekeliling, tidak tampak kedua gadis itu. Perlahan
diturunkan celananya dan Ray mulai memuaskan diri sendiri sambil
membayangkan kedua gadis itu.
“Nah ya, lagi apa lo!” Tiba-tiba terdengar kedua gadis itu berteriak.
Ray yang masih memegang kemaluannya yang tegak kaget dan salah tingkah.
“Sini Ray, daripada elo sendirian, mending kita bantu. Sebagai tanda
terima kasih kita juga,” kata Dini sambil langsung memegang kemaluan Ray
dan memasukkan ke mulutnya. Pratiwi menarik tangan Ray dan
meletakkannya di buah dadanya sambil mencium bibirnya. Ray langsung
menikmati hal tersebut. Dikulumnya bibir Pratiwi dan dimainkan lidahnya
di dalam mulut Pratiwi. Tangannya terus bergerilya di dada Pratiwi. Dini
langsung mengulum kemaluan Ray